Kamis, 28 Mei 2009

Paroki Sakramen Mahakudus

Jalan Pagesangan Baru, samping Masjid Al Akbar



Gereja ini mendapat kehormatan istimewa karena diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 10 November 2000. Bersamaan dengan peresmian Masjid Al Akbar Surabaya. "Mungkin baru kali ini ada presiden Republik Indonesia yang meresmikan gereja dan memberikan kata sambutan sangat menarik," kata saya dalam hati saat mendengar pidato Gus Dur. Waktu itu saya termasuk umat paroki ini.

Sebagai pemekaran Paroki Yohanes Pemandi dan Paroki Gembala Yang Baik, paroki ini dibangun berkat kerja keras Romo Johanes Heijne SVD (sekarang almarhum). Proses peizinan panjang dan berliku, tapi beres berkat kebijaksanaan Cak Narto, wali kota saat itu.

Pada 7 Januari 2001 diresmikan sebagai paroki oleh Mgr. Hadiwikarta. Pastor paroki pertamanya, Romo Sonny Keraf SVD, romo asal Lamalera, Flores Timur. Lagi-lagi orang Flores mendapat kepercayaan di kota sebesar Surabaya.
(tulisan dikutip dari radarsurabaya.com)

Gereja Gembala yang Baik

Jalan Jemur Andayani X/14



Awalnya masuk wilayah Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo. Romo Heijne SVD berusaha membangun gereja baru untuk menampung jemaat yang terus berkembang di parokinya. Setelah mengurus izin--prosesnya panjang banget--pada 6 Agustus 1981 mulai dilakukan peletakan batu pertama oleh Romo Heijne.

Pada 14 September 1982 Uskup Surabaya Mgr Klooster CM memberkati gereja ini. Peresmian dilakukan oleh Wali Kota Surabaya Moehadji Widjaja.

Makam Ki Ageng Bungkul



Terletak di Taman Bungkul jalan Progo dalam wilayah Surabaya Pusat. Ki Ageng Bungkul adalah seorang nayaka (keramat) kerajaan majapahit yang sangat tinggi ilmunya (kejawen) yang kemudian menjadi mertua Sunan Giri. Beliau sering berkonsultasi dengan Sunan Ampel mengenai masalah agama Islam sehingga kemudian masuk agama Islam. Ki Ageng Bungkul aslinya bernama Ki Supa, seorang ahli pembuat keris dari Tuban yang semula diminta oleh raja Brawijaya dari Majapahit untuk membuatkan sebilah keris yang bagus. Akan tetapi rupanya keris buatan Ki Supa kurang berkenan dihati raja Wijaya. Ki Supa yang merasa tugasnya telah selesai kemudian kembali pulang. Di perjalanan beliau tertarik pada tempat Bungkul hingga akhirnya menetap di tempat tersebut sampai dengan wafatnya. banyak orang yang berziarah ke makam Sunan Giri, singgah ke makam Ki Ageng Bungkul.