Kamis, 28 Mei 2009

Masjid Agung Ampel

Bagi peziarah kawasan Sunan Ampel sangat dikenal hingga pelosok nusantara. Paling menyolok adalah keberadaan Kampung Arab. Sesuai namanya, kawasan ini sebagian besar ditempati oleh keturunan Arab Yaman yang sudah menetap ratusan tahun.

Ampel memang selalu sibuk, bahkan sejak ratusan tahun lalu, oleh para saudagar Arab dan Cina yang datang untuk berdagang.

Masjid Ampel sendiri didirikan pada tahun 1421 oleh Raden Mohammad Ali Rahmatullah alias Sunan Ampel dengan dibantu kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji ( Mbah Bolong ), dan para santrinya. Di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel ) Kecamatan Semampir sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah

Sayangnya, ihwal tentang kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini, tidak ada satupun sumber yang menyebutkannya.

Masjid dan makam Sunan Ampel dibangun sedemikian rupa agar orang- yang ingin melakukan sholat di masjid dan berziarah dapat merasa nyaman dan tenang. Hal ini tampak jelas dengan dibangunnya lima Gapuro (Pintu Gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam.

Dari arah selatan tepatnya di jalan Sasak terdapat Gapuro bernama Gapuro Munggah, suasana perkampungan yang katanya mirip dengan pasar Seng di Masjidil Haram Makkah. Menggambarkan bahwa seorang muslim wajib menunaikan rukun islam yang kelima jika mampu.

Setelah melewati lorong perkampungan yang menjadi kawasan pertokoan yang menyediakan segala kebutuhan mulai busana muslim, parfum, kurma dan berbagai asesoris, akan terlihat sebuah Gapuro Poso (Puasa) yang terletak di selatan Masjid Sunan Ampel.

Setelah melewati Gapuro Poso, baru terlihat bangunan utama, yaitu Masjid

Masjid sudah empat kali dipugar, tetapi keaslian bangunan ini yang ditandai dengan ke-16 tiang utamanya ( panjang 17 meter tanpa sambungan, diameter 60 centimeter ) dan 48 pintu itu tetap dipelihara dan dirawat, agar jangan sampai turut direnovasi. Karena selain merupakan peninggalan sejarah, tiang tersebut juga memiliki makna. Tujuh belas ( panjang tiang ) menunjukan jumlah raka'at shalat dalam sehari yang merupakan tiang agama Islam. Hingga kini tiang penyangga ini masih kokoh, padahal umurnya sudah lebih dari 600 tahun.

Menara setinggi lima puluh meter juga menjadi ciri khas masjid ini. Dahulu memang belum ada alat pengeras suara, sehingga semakin tinggi menara semakin baik, agar suara azan bisa terdengar. Kubah berbentuk pendopo Jawa adalah perlambang kejayaan Majapahit, yang saat itu juga berperan menyebarkan agama Islam bersama Sunan Ampel.

Keluar dari masjid akan terlihat Gapuro lagi yang bernama Gapuro Ngamal. Disini orang-orang dapat bershodaqoh sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan. Shodaqoh tersebut juga digunakan untuk pelestarian dan kebersihan kawasan Masjid dan Makam, menggambarkan rukun Islam tentang wajib zakat.

Tak jauh dari tempat itu akan terlihat Gapuro Madep letaknya persis di sebelah barat Masjid Induk. Disebelah kanan terdapat makam Mbah Shanhaji ( Mbah Bolong ) yang menentukan arah kiblat Masjid Agung Sunan Ampel. Menggambarkan bahwa pelaksanaan sholat menghadap kiblat

setelah itu ada Gapuro Paneksen untuk masuk ke kompleks makam. Ini menggambarkan sebagai syahadat " Bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah "

Kompleks makam dikelilingi tembok besar setinggi 2,5 meter. Makam Sunan Ampel bersama istri dan lima kerabatnya dipagari baja tahan karat setinggi 1,5 meter, melingkar seluas 64 meter persegi. Khusus makam Sunan Ampel dikelilingi pasir putih.

Di tempat ini juga terdapat sumur bersejarah yang kini sudah ditutup dengan besi. Banyak yang meyakini air dari sumur ini memiliki kelebihan seperti air zamzam di Mekkah. Banyak masyarakat yang minum dan mengambil untuk kemudian dibawa pulang.

(dikutip dari mupeng.com dan indosiar.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar